UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOL PEGAGAN (Centella asiatica (L) Urb) SERTA IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIFNYA
1Fahrina Rachmawati, 1Maulita Cut Nuria, 2Sumantri
1Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang
2Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
ABSTRAK
Penyakit infeksi merupakan penyakit
yang banyak
diderita oleh masyarakat dan terus
berkembang dari waktu ke waktu dalam dunia kesehatan. Ekstrak etanol pegagan (Centella
asiatica (L) Urb) memiliki aktivitas antimikroba yang lebih baik daripada
ekstrak petroleum eter dan air (Jagtap et
al., 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas
antibakteri fraksi kloroform dari ekstrak etanol
pegagan terhadap bakteri Gram positif (S. aureus dan B. subtilis) dan Gram negatif (E. coli, P. aeruginosa dan S. typhi), mengetahui besarnya
aktivitas antibakteri dari fraksi kloroform tersebut dan mengidentifikasi golongan senyawa yang terkandung dalam
fraksi tersebut.
Ekstrak etanol pegagan
diperoleh dengan menyari simplisia menggunakan
penyari etanol 96% secara sokletasi, lalu diuapkan dengan rotary evaporator. Ekstrak tersebut kemudian difraksinasi
bertingkat dengan pelarut n-heksan
dan kloroform. Fraksi kloroform yang diperoleh diuapkan hingga kekentalan
sekitar 300 cps kemudian dilarutkan
dalam DMSO, konsentrasi yang digunakan adalah 2063; 1031,5; 515,7; 257,8; 128,9
µg/disk. Aktivitas antibakteri
dilakukan secara difusi agar, identifikasi senyawa aktif menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Fraksi kloroform memiliki
aktivitas antibakteri terhadap B.
Subtilis dan P.aeruginosa, tetapi tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, E. coli dan S. typhi.
Fraksi kloroform tersebut dapat menghambat B. subtilis pada konsentrasi 257,8; 515,7; 1031,5; 2063 µg/disk dengan DDH berturut-turut sebesar
7,50; 7,86; 8,63; 9,76 mm, sedangkan P.aeruginosa
pada konsentrasi 515,7; 1031,5; 2063 µg/disk
dengan DDH berturut-turut sebesar
8,10; 9,10; 10,20 mm. Fraksi kloroform tersebut mengandung senyawa fenol
dan terpenoid.
Kata kunci : Fraksi kloroform ekstrak
etanol pegagan, aktivitas antibakteri, senyawa fenol dan terpenoid.
PENDAHULUAN
Di negara berkembang hampir 15 juta orang meninggal
setiap tahunnya diakibatkan oleh penyakit
infeksi. Beberapa penyakit infeksi yang masuk dalam daftar 10 penyakit terbanyak
yang diderita masyarakat Indonesia diantaranya adalah diare, infeksi saluran
pernapasan akut dan pneumonia (Anonim, 2007 ; Anonim, 2008). Penyebab penyakit
infeksi tersebut diantaranya adalah bakteri E. coli, P. aeruginosa atau B. subtilis.
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urb) memiliki berbagai khasiat
diantaranya membersihkan darah,
mengatasi demam, antibakteri, antiinflamasi, antialergi, insektisida, dan
stimulant. Pegagan mempunyai kandungan kimia aktif seperti saponin,
asiatikosida, madekasossida, asam brahmik, asam madasiatik, messoinositol,
centellosida, karotenoida, hidrokotilin, vellarine (campuran damar dan minyak
atsiri), tannin, serta garam mineral (Lasmadiwati, 2003).
Penelitian
yang dilakukan oleh Jagtap et al.,
(2009) mengenai aktivitas antimikroba pada ekstrak petroleum eter, etanol dan
air dari tanaman pegagan dilakukan dengan metode difusi agar. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak etanol pegagan merupakan ekstrak yang paling aktif
dibandingkan ekstrak petroleum eter dan ekstrak air.
Penelitian ini
merupakan lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Jagtap et al., (2009) dengan cara memfraksinasi
ekstrak etanol pegagan secara partisi cair-cair. Fraksinasi dilakukan
bertingkat menggunakan pelarut non polar yakni heksan dan kloroform. Fraksi kloroform hasil
fraksinasi inilah yang digunakan pada penelitian ini. Uji kualitatif dengan
menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis dilakukan untuk mengetahui
kandungan senyawa aktif dalam fraksi uji yang berpotensi sebagai antibakteri.
METODOLOGI
Bahan Penelitian
1.
Bahan penelitian
: herba pegagan (Centella asiatica
(L) Urb) berumur
± 6 bulan yang diperoleh dari desa Sumur Jurang, kecamatan Gunung Pati
kabupaten Semarang dan dipanen pada bulan Juni 2010.
2.
Bahan penyari :
etanol 96% (berderajat p.a)
3.
Bahan untuk
fraksinasi dengan metode partisi cair-cair : n-heksan, kloroform, dan campuran aquadest-etanol.
4.
Bahan untuk uji
aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar :
a)
Bakteri : Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Salmonella typhi, dan
Staphylococcus aureus
b)
Media : Nutrient
broth (NB) (Merck), nutrient agar (NA) (Merck)
c)
Kontrol positif : Antibiotik Ciprofloksasin 10 µg/disk (Oxoid)
d)
Kontrol negatif :
Dimetil sulfoksida (DMSO) (Merck)
5. Bahan untuk uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) :
a)
Fase diam untuk identifikasi senyawa fenol dan terpenoid adalah
silika gel F254 (Merck), sedangkan untuk flavonoid adalah selulosa (Merck).
b)
Fase gerak untuk identifikasi
senyawa fenol adalah metanol
:
asam formiat (95:5), identifikasi senyawa terpenoid adalah toluen : etil asetat
(93:7), sedangkan untuk identifikasi senyawa
flavonoid adalah etil asetat-asam formiat-asam asetat-air
(100:11:11:27). Reagen yang digunakan
berderajat pro analisis.
c)
Penampak bercak untuk senyawa fenol
adalah ferri klorida, untuk senyawa terpenoid adalah vanilin – asam sulfat,
sedangkan senyawa flavonoid adalah uap amoniak (Wagner, 1984).
Alat Penelitian
Alat
yang digunakan adalah moisture balance, blender (Maspion), perangkat alat sokletasi, alat-alat gelas (Iwaki Pyrex), oven (Memmert),
timbangan analitik (Ohauss AR2140), inkubator (Binder), micropipette (Socorex),
waterbath (Memmert), autoklaf (All
American), Laminar Air Flow (LAF)
(Model : LAF 105/1 18), rotary evaporator (Eyela Rotary Vacuum Evaporator n-n
series sb-651), bejana kromatografi, lampu UV 254, 366 nm.
Jalannya
Penelitian
1.
Pembuatan Ekstrak Etanol
Pegagan
Pembuatan ekstrak pada penelitian
ini dilakukan dengan menyari serbuk pegagan menggunakan metode sokletasi.
Proses sokletasi dilakukan sebagai berikut : serbuk pegagan
sebanyak 400 gram dibagi menjadi 4 bagian yang sama banyak, sehingga proses sokletasi dilakukan sebanyak 4 kali. Serbuk
pegagan diekstraksi dengan penyari etanol 96% menggunakan alat soxhlet pada
suhu 60-80oC kemudian ditunggu hingga zat aktif dalam simplisia
tersari seluruhnya yang ditandai dengan jernihnya cairan yang lewat pada tabung
sifron. Sari atau menstrum pegagan yang diperoleh dari 4 kali sokletasi selanjutnya diuapkan
dengan rotary evaporator pada suhu 60oC
sampai diperoleh ekstrak kental (Harborne, 1996). Ekstrak etanol pegagan yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan diukur
bobotnya untuk menghitung rendemen yang dihasilkan.
2.
Pembuatan Fraksi Kloroform dari
Ekstrak Etanol Pegagan
Ekstrak kental sebanyak 50 gram dilarutkan ke dalam 50 ml air hingga seluruh ekstrak larut sempurna, karena ada bagian yang tidak larut maka ditambahkan 10 ml campuran air dan etanol (9:1). Selanjutnya difraksinasi menggunakan
corong pisah dengan pelarut n-heksan terlebih dahulu kemudian kloroform yang
bersifat semi polar. Proses ini dilakukan hingga pelarut kloroform jernih. Jumlah pelarut yang digunakan untuk
fraksinasi sebanding dengan jumlah air yang ditambahkan ke dalam ekstrak etanol
(perbandingan 1:1). Fase kloroform yang diperoleh kemudian ditampung dan diuapkan menggunakan rotary evaporator. Fraksi kloroform
yang diperoleh diukur beratnya dan diuji aktivitas antibakterinya.
3.
Pembuatan Larutan Uji
Larutan uji dibuat dari fraksi kloroform ekstrak etanol pegagan. Fraksi tersebut dibuat lima seri konsentrasi yaitu 206,3
; 103,15 ; 51,57 ; 25,78 dan 12,89 mg/ml,
kemudian
dilarutkan dengan pelarut
dimetilsulfoksida (DMSO). Larutan uji tersebut kemudian dikonversi dosisnya
dalam satuan µg/disk (2063; 1031,5; 515,7 ; 257,8 ; 128,8 µg/disk).
4.
Uji Aktivitas Antibakteri
Aktivitas antibakteri diuji dengan metode difusi agar.
Larutan uji sebanyak 10 µl diteteskan diatas paperdisk (diameter = 6 mm) kemudian dibiarkan hingga
mengering. Suspensi bakteri sebanyak 200 µl dicampur dengan 20 ml media nutrient agar (dalam keadaan hangat), digojog supaya
homogen kemudian
dituang ke
dalam cawan petri. Ditunggu beberapa
saat hingga media membeku. Paperdisk yang mengandung larutan
uji kemudian diletakkan di atas permukaan media agar, dan diinkubasi pada suhu
37oC selama 18-24 jam. Kontrol positif menggunakan antibiotik
ciprofloxacin 10 µg/disk dan kontrol
negatif digunakan paperdisk yang
telah ditetesi pelarut DMSO.
5.
Identifikasi Golongan Senyawa Aktif dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Bejana pengembang sebelumnya
telah dijenuhi dulu dengan fase gerak yang akan digunakan. Larutan uji ditotolkan pada lempeng silika gel F254 kemudian
ditunggu hingga totolan kering. Setelah itu dielusi dalam bejana pengembang.
Lempeng silika dikeringkan kemudian diamati bercaknya pada sinar UV254
nm dan UV365 nm. Deteksi dilakukan dengan penampak bercak ferri klorida untuk senyawa
fenolik, diuapi amoniak untuk deteksi flavonoid, serta penampak bercak vanilin
asam sulfat untuk senyawa terpenoid.
6.
Analisis Data
Pembacaan hasil dari uji aktivitas antibakteri dengan
metode difusi agar adalah dengan mengamati terbentuknya zona jernih di sekitar paperdisk yang menunjukkan ada atau tidaknya pertumbuhan
bakteri. Hasil
identifikasi golongan senyawa aktif dari fraksi ekloroform ekstrak etanol pegagan dilakukan
dengan melihat kromatogram berdasarkan
warna yang terbentuk pada bercak dan kesesuaian bercak senyawa uji
dengan bercak senyawa standar. Setelah itu dilakukan penghitungan nilai faktor retardasi (Rf) pada masing-masing bercak.
Hasil PENELITIAN dan
pembahasan
Ekstraksi dan
Fraksinasi Pegagan
Ekstrak kental yang dihasilkan dari proses evaporasi adalah 115 gram, dengan warna hijau tua dan bau khas, sehingga
rendemen hasil yang diperoleh adalah 12,706
% b/b . Fraksi kloroform yang diperoleh setelah proses penguapan adalah 825,2 mg.
Uji Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas aktibakteri
dilakukan dengan berbagai tingkat
konsentrasi
yang bertujuan untuk mengetahui apakah kenaikan konsentrasi akan meningkatkan
aktivitas antibakterinya. Kontrol positif
yang
digunakan adalah antibiotik Ciprofloxacin, kontrol negatifnya adalah DMSO (dimetilsulfoksida). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kontrol negatif tidak memberikan zona hambatan. Hal tersebut membuktikan bahwa pelarut tidak berpengaruh terhadap
aktivitas antibakteri, sehingga aktivitas hanya berasal dari larutan uji, bukan
dari pelarut yang dipakai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan uji memiliki aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus
subtilis yang ditandai dengan adanya
daerah hambatan di sekitar paper disk.
Pada kadar 257,8 µg/disk larutan uji
hanya bisa menghambat bakteri B. subtilis. Bila konsentrasi dinaikkan
menjadi 515,7 µg/disk maka larutan
uji bisa menghambat B. subtilis dan P. aeruginosa. Bila konsentrasi terus
dinaikkan sampai 2063 µg/disk, maka
larutan uji hanya bisa menghambat kedua bakteri tersebut dengan nilai DDH yang
tidak terlalu jauh berbeda (Tabel I).
Tabel
I. Hasil Uji
Aktivitas Antibakteri Fraksi Kloroform dari
Ekstrak Etanol Pegagan Terhadap Bakteri Uji dengan
Diameter Paperdisk 6 mm. Nilai DDH merupakan
nilai rata-rata dari 3 kali pengukuran.
Konsentrasi
Larutan Uji (µg/disk) |
Diameter
Daerah Hambat (mm) |
|
P. aeruginosa |
B. subtilis |
|
128,9 |
- |
- |
257,8 |
- |
7,50 |
515,7 |
8,10 |
7,86 |
1031,5 |
9,10 |
8,63 |
2063 |
10,20 |
9,76 |
Ciprofloksasin 10 µg/disk |
27,50 |
26,75 |
DMSO |
- |
- |
Larutan uji pada kadar 257,8 µg/disk menghasilkan DDH sebesar
7,50 mm pada B. subtilis,
sedangkan antibiotik ciprofloksasin pada kadar 10 µg/disk menghasilkan DDH sebesar 26,75 mm. Hal ini berarti b/ahwa aktivitas antibakteri larutan uji lebih lemah
dibandingkan kontrol positifnya, sehingga harus dilakukan upaya untuk
meningkatkan aktivitasnya, salah satunya dengan jalan isolasi senyawa aktif
dari larutan uji. Isolasi senyawa aktif akan menghasilkan senyawa yang lebih spesifik sehingga aktivitasnya akan
lebih spesifik karena tidak ada lagi
senyawa-senyawa pengotor yang bisa mengganggu aktivitas antibakteri larutan
uji.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan uji lebih
mudah menghambat bakteri Gram positif dibandingkan bakteri Gram negatif,
artinya bakteri Gram positif lebih rentan terhadap senyawa-senyawa kimia
dibandingkan Gram negatif. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan
komposisi dan struktur dinding sel pada bakteri Gram positif dan Gram negatif.
Struktur dinding sel bakteri Gram positif lebih sederhana, yaitu berlapis
tunggal dengan kandungan lipid yang rendah (1-4%) sehingga memudahkan bahan
bioaktif masuk ke dalam sel. Struktur dinding sel bakteri Gram negatif lebih
kompleks, yaitu berlapis tiga terdiri dari lapisan luar lipoprotein, lapisan
tengah lipopolisakarida yang berperan sebagai penghalang masuknya bahan
bioaktif antibakteri, dan lapisan dalam berupa peptidoglikan dengan kandungan lipid
tinggi (11-12%)(Jawetz et al., 2005).
Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap Gram negatif
hanya P. aeruginosa yang bisa
dihambat sedangkan bakteri E. coli
dan S. typhi tidak bisa
dihambat. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena E. coli dan S. typhi mempunya struktur antigenik
yang kompleks dibandingkan P. aeruginosa.
Struktur antigenik kompleks tersebut meliputi antigen O yang berperan alam
resistensi terhadap aktivitas bakterisidal, antigen K (kapsular) dan antigen H (flagellar) berfungsi untuk meningkatkan
daya invasif dari bakteri patogen. Pada S.
typhi, antigen kapsular disebut antigen Vi. Antigen O merupakan bagian
terluar dinding sel lipopolisakarida dan terdiri dari unit berulang polisakarida. Bakteri P. aeruginosa hanya mempunyai polisakarida, tetapi tidak mempunyai
lipopolisakarida yang tersusun dari unit pengulangan polisakarida. Hal ini
menyebabkan P. aeruginosa tidak mempunyai struktur antigen yang kompleks.
Antigen O memiliki sifat tahan terhadap panas dan alkohol, sehingga hal ini memungkinkan
E. coli dan S. typhi lebih tahan terhadap senyawa-senyawa yang terkandung dalam
larutan uji (Jawetz et al., 2005).
Identifikasi Golongan Senyawa
Aktif dengan metode KLT
Berdasarkan penelusuran
literatur, kemungkinan senyawa yang bisa tertarik dalam fraksi kloroform
ekstrak etanol pegagan adalah senyawa fenol, flavonoid dan terpenoid. Oleh
karena itu dilakukan identifikasi terhadap ketiga senyawa tersebut secara
kualitatif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Kromatogram identifikasi
golongan senyawa fenol menunjukkan bercak berwarna abu-abu pada daerah visibel. Berdasarkan reaksi warna pada kromatogram dapat
diketahui bahwa fraksi kloroform ekstrak etanol pegagan mengandung senyawa
fenol. FeCl3 bisa digunakan untuk mendeteksi adanya senyawa fenol.
Bila senyawa fenol direaksikan dengan FeCl3 akan menjadi berwarna
abu-abu atau hitam (Harborne, 1996).
Kromatogram identifikasi
flavonoid tidak menunjukkan warna kuning setelah diuapi amoniak pada daerah
visibel namun pembanding rutin memberikan
warna kuning. Hasil tersebut menunjukkan bahwa fraksi kloroform ekstrak etanol pegagan
tidak mengandung senyawa flavonoid. Kromatogram identifikasi
terpenoid menunjukkan bercak berwarna ungu pada daerah visibel. Berdasarkan reaksi warna pada kromatogram di bawah dapat
diketahui bahwa fraksi kloroform ekstrak etanol pegagan mengandung senyawa
terpenoid. Warna violet yang terdeteksi pada kromatogram setelah direaksikan
dengan penampak bercak vanilin asam sulfat diakibatkan oleh reaksi
Liebermann-Burchard, yaitu salah satu reaksi warna yang paling umum pada senyawa
terpenoid tinggi dan steroid. Pereaksi ini merupakan campuran antara asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat. Menurut Wagner (1984)
senyawa terpenoid dapat dideteksi dengan pereaksi vanilin asam sulfat dengan
mekanisme abstraksi H+ sehingga terbentuk senyawa yang memiliki
ikatan rangkap terkonjugasi. Ikatan rangkap dua pada struktur kimia terpenoid
memiliki spektrum serapan pada sinar ultraviolet dan sinar visibel, sehingga
deteksi di daerah cahaya tampak terlihat berwarna violet (Wagner, 1984).
Hasil uji kualitatif
dengan metode KLT menunjukkan bahwa golongan senyawa aktif dalam fraksi
kloroform adalah senyawa fenol dan terpenoid, sehingga aktivitas antibakterinya diduga diakibatkan oleh kandungan
senyawa tersebut. Mekanisme senyawa fenol
sebagai antibakteri pada konsentrasi rendah adalah dengan merusak membran
sitoplasma dan dapat menyebabkan kebocoran inti sel, sedangkan pada konsentrasi
tinggi senyawa fenol berkoagulasi dengan protein seluler. Aktivitas tersebut
sangat efektif ketika bakteri dalam
tahap pembelahan dimana lapisan fosfolipid di sekeliling sel sedang dalam
kondisi yang sangat tipis sehingga fenol dapat dengan mudah merusak isi sel (Volk and Wheller, 1984).
Mekanisme terpenoid sebagai
antibakteri adalah bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran
luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga
mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin yang merupakan pintu keluar
masuknya senyawa akan mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri yang akan
mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan bakteri
terhambat atau mati (Cowan, 1999).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Fraksi kloroform ekstrak etanol pegagan mempunyai aktivitas
antibakteri terhadap B. subtilis dan P. aeruginosa, tetapi tidak memiliki aktivitas antibakteri
terhadap S. aureus, E. coli dan S. typhi.
2. Fraksi kloroform tersebut dapat menghambat B. subtilis pada konsentrasi 257,8;
515,7; 1031,5; 2063 µg/disk dengan
DDH berturut-turut sebesar 7,50; 7,86; 8,63; 9,76 mm, sedangkan P.aeruginosa pada konsentrasi 515,7; 1031,5; 2063 µg/disk
dengan DDH berturut-turut sebesar 8,10; 9,10; 10,20 mm.
3. Hasil
KLT dari fraksi kloroform tersebut mengandung senyawa golongan fenol dan
terpenoid.
Saran
1. Perlu dilakukan
penelitian tentang isolasi senyawa penuntun (lead compound) dari fraksi kloroform ekstrak etanol pegagan yang
berkhasiat sebagai antibakteri.
2. Perlu dilakukan
penelitian lanjutan dengan menggunakan
bakteri Gram positif dan Gram negatif lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2007, Indonesia Health Profile 2005,
hal. 22, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim,
2008, Infection, http://www.globalhealth.org/infectious_diseses/
mortality_morbidity/, diakses tanggal
4 Agustus 2011.
Cowan, M.,
1999, Plant Product as Antimicrobial Agent, Clinical
Microbiology Reviews, 12 (4), hal. 564-582.
Harborne, J.B., 1996, Metode Fitokimia, diterjemahkan oleh Kokasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Cetakan ke-2, hal. 47, 69-72, 155, Institut
Teknologi Bandung Press, Bandung.
Jagtap, N.S., Khadabadi, S.S., and Ghorpade,
D.S., 2009, Antimicrobial and Antifungal
Activity of Centella asiatica (L) Urb, Umbeliferae, Research
J. Pharm and Tech, 2(2), hal.
328 – 330.
Jawetz,
E., Melnick, J.L., and Adelberg, E., 2005, Mikrobiologi
Kedokteran, Penerjemah dan editor
Bagian Mikrobiologi Kedokteran Universitas Airlangga, hal 20, 21, 29, 30, 33,
34, 36, 79, 82, 224, 233-235, 317, 318, 351, 352, 371, 372, Penerbit Salemba
Medika, Jakarta.
Lasmadiwati,
E., 2003, Pegagan Meningkatkan
Daya Ingat, Membuat Awet Muda, Menurunkan Gejala Stres, Meningkatkan Stamina, hal. 18-20, Penebar Swadaya,
Jakarta.
Volk and
Wheller, 1984, Mikrobiologi Dasar,
diterjemahkan oleh Soenartono Adisoemarto, hal. 137-138, Erlangga, Jakarta.
Wagner,
H., 1984, Plant Drug Analysis a Thin
Layer Chromatography Atlas, hal. 164, Springer-Verlag.