AKTIVITAS MUKOLITIK IN VITRO
EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper
crocotum Ruiz dan Pav.) PADA MUKOSA USUS SAPI DAN IDENTIFIKASI
KANDUNGAN KIMIANYA
Yulias Ninik Windriyati, Aqnes Budiarti, Igustin
Azmi Syahida
Fakultas Farmasi
Universitas Wahid Hasyim Semarang
ABSTRAK
Daun sirih merah (Piper crocotum Ruiz and Pav.)
merupakan salah satu obat tradisional yang digunakan sebagai obat batuk. Dasar
penggunaan tanaman tersebut sebagai mukolitik (pengencer dahak) belum banyak
diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas mukolitik ekstrak
etanol daun sirih merah terhadap mukosa usus sapi secara in vitro dan
mengidentifikasi golongan senyawa aktifnya.
Ekstrak etanol daun sirih merah diperoleh dengan
metode maserasi menggunakan penyari etanol 70%. Ektrak etanol yang diperoleh
kemudian dibuat berbagai konsentrasi larutan uji yaitu 0,1%; 0,3%; 0,5%;
0,7% dan 0,9% dalam 80% mukus sapi. Viskositas larutan uji diukur dengan
viskosimeter rion. Aktivitas mukolitik in
vitro ditunjukkan oleh kadar ekstrak yang mampu menurunkan viskositas
larutan mukus dan sebagai kontrol positif digunakan larutan 0,1% asetilsistein.
Identifikasi golongan senyawa aktif dilakukan dengan kromatografi lapis tipis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas mukolitik
ekstrak etanol daun sirih merah pada konsentrasi 0,3% setara dengan
asetilsistein 0,1%. Ekstrak etanol daun sirih merah mengandung senyawa golongan
alkaloid, saponin, flavonoid dan polifenol.
Kata kunci : Daun
sirih merah, mukolitik, mukosa usus sapi
PENDAHULUAN
Batuk merupakan suatu mekanisme
fisiologi yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran
pernapasan dari dahak, zat-zat perangsang asing, dan unsur infeksi. Dengan
demikian batuk merupakan suatu mekanisme
perlindungan. Batuk terutama disebabkan oleh infeksi virus, misalnya
virus selesma (common cold),
influenza, cacar air, dan juga oleh radang pada cabang dan hulu tenggorokan (bronchitis, pharingitis). Virus-virus ini dapat merusak mukosa saluran
pernapasan, sehingga menciptakan “pintu masuk” bagi infeksi kuman dan virus,
misalnya Pneumococci dan Haemophillus (Tjay dan Rahardja, 2007).
Untuk meringankan dan mengurangi frekuensi batuk diberikan terapi simptomatik
dengan obat-obat pereda batuk. Salah satunya adalah mukolitik yang dapat membantu
mengurangi kekentalan dahak sehingga mudah dikeluarkan.
Mukus diproduksi saluran
pernapasan yang merupakan cairan kompleks berupa selaput gel mukoprotein dan
mukopolisakarida. Komposisi mukus adalah 95% air dan 5% glikoprotein. Komposisi
mukus intestinal mamalia adalah 97,5% air, 0,8% protein, 0,73% substansi
organik lain, dan 0,88% garam organik (Frandson, 1986).
Banyak tanaman obat yang tumbuh
di Indonesia telah digunakan oleh masyarakat secara tradisional untuk meredakan
batuk diantaranya daun sirih merah. Senyawa fitokimia yang terkandung dalam
daun sirih merah yakni alkaloid, saponin, tanin dan flavonoid (Pkimunlam,
2008), sedangkan Sudewo (2005) menyebutkan bahwa daun sirih merah mengandung
senyawa golongan flavonoid, alkaloid, polifenol, tannin.
Penelitian yang dilakukan oleh
Maretta pada tahun 2006 menunjukkan bahwa terdapat aktivitas mukolitik pada
ekstrak n-heksan dan etanol herba sirih merah (Piper miniatum Bl)
terhadap mukosa usus sapi secara in vitro dan golongan senyawa aktif
yang terdapat dalam ekstrak etanol tersebut adalah senyawa golongan flavonoid,
terpenoid dan saponin. Terdapat pula penelitian lain yang menyimpulkan bahwa
minyak atsiri daun sirih (Piper betle L.) memiliki aktivitas mukolitik
(Sulistiawati, 2003), dan ekstrak air daun sirih dapat mengencerkan dahak
sehingga mudah dikeluarkan dari tenggorokan (Arifin, 2004). Penelitian ini
membuktikan adanya aktivitas mukolitik
ekstrak etanol daun sirih merah pada
mukosa usus sapi secara in vitro.
METODOLOGI
Bahan Penelitian
Daun sirih merah diperoleh dari daerah Kopeng,
Salatiga, Jawa Tengah, dipanen pada bulan Juni 2010. Sebagai cairan penyari
etanol 70% pharmaceutical grade (Brataco). Bahan untuk uji mukolitik
adalah mukus usus sapi, aquadestilata, kalium dihidrogen fosfat p.a (Merck),
NaOH p.a (Merck), dan asetilsistein (kapsul fluimucyl yang mengandung 200 mg
asetilsistein). Bahan untuk identifikasi golongan senyawa aktif adalah asam
formiat (p.a), asam asetat (p.a), aseton (p.a), aquadest, kloroform (p.a),
metanol (p.a), amoniak (p.a), anisaldehid asam sulfat (p.a), ferri chloride
(p.a), dragendroff, rhodamine B, rutin, quillaja bark, quinine, tannin, metil
stearat, lempeng KLT (sellulosa dan silika gel F254).
Alat Penelitian
Alat yang digunakan
ayakan mesh 40, timbangan elektrik (Ohaus AR 3130), alat-alat gelas,
kertas saring, thermostatic waterbath (Memmert), kompor listrik, kipas
angin, thermometer, pH meter (Hanna HI 8014), viskosimeter (Rion VT-04F). Alat
untuk identifikasi golongan senyawa aktif adalah bejana kromatografi, pipa
kapiler, kertas penjenuh, penyemprot bercak, lampu UV 254 nm dan lampu UV 365
nm.
Cara Penelitian
Larutan mukus yang telah diencerkan dalam larutan dapar fosfat pH 7 sebanyak 80%, diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Pengadukan dilakukan sebanyak 5 kali, lalu dilakukan pengujian dengan menggunakan viskometer Rion. Larutan uji berupa ekstrak etanol daun sirih merah dibuat dalam berbagai konsentrasi, yaitu 0.1, 0.3, 0.5, 0.7, dan 0.9%. dalam larutan mukus 80% serta larutan asetilsistein 0.1 % sebagai kontrol positif. Setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit, dilakukan pengujian dengan menggunakan viskometer Rion. Data viskositas yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji Kruskal Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney.
Identifikasi golongan senyawa aktif dilakukan dengan kromatografi lapis tipis untuk alkaloid, flavonoid, saponin, senyawa polifenolat dan tanin. Pengamatan kromatogram dilakukan di bawah sinar UV 254 nm, UV 256 nm dan visible. Analisis dilakukan dengan membandingkan bercak ekstrak etanol daun sirih merah dengan bercak senyawa pembanding untuk masing-masing golongan, kemudian dilakukan perhitungan Rf masing-masing bercak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Larutan
mukus 80% dibuat dengan melarutkannya dalam larutan dapar fosfat pH 7 dengan
maksud untuk menjaga agar komposisi dari mukus tidak berubah. Proses inkubasi
dan pengujian dilakukan pada suhu 37oC agar didapat suatu kondisi
reaksi antara larutan uji dengan mukus sesuai dengan kondisi fisiologis
manusia. Saat pengujian berlangsung suhu dijaga agar tetap 37°C karena
kekentalan akan menurun dengan naiknya suhu atau sebaliknya, sehingga
pengukuran menjadi kurang tepat. Viskositas larutan uji dan larutan kontrol
dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Viskositas larutan uji ekstrak etanol daun
sirih merah, kontrol positif (asetilsistein 0,1%), kontrol negatif (larutan
mukus 80%).
Gambar 1 menunjukkan bahwa viskositas
semua larutan uji lebih kecil dibandingkan kontrol negatif. Secara teoritis,
larutan uji mempunyai efek mukolitik jika viskositasnya lebih kecil dari
kontrol negatif, sehingga larutan uji ekstrak etanol daun sirih merah pada
konsentrasi 0,1%; 0,3%; 0,5%; 0,7% dan 0,9% mempunyai aktivitas mukolitik. Data
tersebut juga menunjukkan semakin besar konsentrasi ekstrak etanol daun sirih
merah dalam larutan uji, semakin kecil viskositasnya. Hasil pengukuran
viskositas juga menunjukkan bahwa viskositas larutan uji pada konsentrasi 0,3%
sebanding dengan viskositas kontrol positif.
Hasil analisis statistik dengan uji Mann
Whitney menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna antar kelompok larutan uji sehingga perbedaan kadar
larutan uji berpengaruh terhadap aktivitasnya sebagai mukolitik. Larutan
uji dengan kadar ekstrak 0,3% setara dengan kontrol positif, yang ditunjukkan
adanya hasil berbeda tidak bermakna, sehingga aktivitas mukolitik ekstrak
etanol daun sirih merah yang setara dengan kontrol positif adalah kadar 0,3%.
Identifikasi kandungan kimia ekstrak
etanol daun sirih merah dilakukan secara kualitatif terhadap alkaloid, saponin,
flavonoid, polifenolat dan tanin karena diduga senyawa-senyawa tersebut
terdapat dalam ekstrak etanol daun sirih merah.
Identifikasi alkaloid dilakukan
dengan pembanding quinine karena senyawa ini merupakan senyawa golongan
alkaloid. Sampel positif mengandung alkaloid jika bercak berwarna jingga sampai
merah coklat pada pengamatan sinar tampak. Pengamatan pada UV254 dan UV365
menghasilkan bercak berwarna biru dan meredam (Robinson, 1995). Pengamatan
secara visibel terhadap bercak sampel maupun pembanding menghasilkan warna
kuning. Nilai Rf quinine sebesar 0,50 dan Rf sampel sebesar 0,73
(Gambar 2). Hal ini berarti sampel ekstrak etanol daun sirih merah mengandung
alkaloid dengan polaritas lebih rendah dibandingkan dengan quinine.
Gambar 2. Kromatogram
identifikasi alkaloid ekstrak etanol daun sirih merah
Fase Diam : Silika gel F254, Fase Gerak :
Metanol : Amoniak (100 : 1,5)
P
= Pembanding quinin, S = Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah
Kandungan saponin ditunjukkan dengan pengamatan secara
visibel bercak sampel maupun pembanding yang berwarna biru. Robinson (1995)
menyebutkan bahwa warna biru tersebut diakibatkan oleh adanya reaksi
Liebermann-Burchard yaitu salah satu warna yang paling umum terjadi pada
senyawa terpenoid tinggi dan steroid. Bila sterol beserta triterpena alkohol
dicampur dengan anhidrat asetat dan setetes asam sulfat pekat akan dihasilkan
warna biru.
Gambar 3. Kromatogram
identifikasi saponin pada ekstrak etanol daun sirih merah
Fase
Diam : Silika Gel F254, Fase Gerak : Kloroform : Metanol (95 : 5)
P = Saponin dari quillaja bark, S = Ekstrak
Etanol Daun Sirih Merah
Gambar 3. Menunjukkan bercak sampel terlihat sangat
jelas dan agak besar dibandingkan dengan senyawa pembandingnya sehingga hal ini berarti kadar senyawa aktif saponin
dalam sampel cukup tinggi. Nilai Rf bercak dari ekstrak etanol daun
sirih merah sebesar 0,65 sedangkan Rf senyawa pembanding sebesar 0,48;
0,61; 0,83.
visibel UV 254 nm
Identifikasi flavonoid
dilakukan dengan senyawa pembanding rutin (kuersetin-3-rutinosida) yang
merupakan glikosida flavonol karena merupakan jenis flavonoid yang paling
sering dijumpai pada pemeriksaan flavonoid, banyak terdapat dalam tumbuhan dan
tersebar luas dalam pigmen tanaman (Harborne, 1987). Sellulosa digunakan
sebagai fase diam karena sangat cocok untuk isolasi flavonoid dan bersifat non
polar. Penampak bercak yang digunakan adalah uap ammonia untuk memberikan
suasana basa pada bercak agar dapat terdeteksi secara visible maupun di bawah
sinar ultraviolet. Pada pengamatan secara visibel, bercak sampel maupun
pembanding berwarna kuning. Hal ini menunjukkan bahwa sampel mengandung
flavonoid. Robinson (1995) menyebutkan beberapa glikosida salah satunya
flavonoid dalam larutan netral atau asam tidak berwarna, akan tetapi berwarna
terang atau jingga dalam larutan atau suasana basa. Pada pengamatan di bawah
sinar UV 254 bercak terlihat berwarna kuning sedangkan pada UV 365 nm bercak
berwarna biru akibat adanya pemadaman. Wagner and Bladt (2001) menyebutkan
bahwa flavonoid dapat berfluoresensi dan memberikan warna kuning, hijau, maupun
biru. Nilai Rf bercak sampel ekstrak etanol daun sirih merah sebesar 0,94
sedangkan Rf pembanding rutin sebesar 0,44 (Gambar 4).
Gambar 4. Kromatogram identifikasi flavonoid pada
ekstrak etanol daun sirih merah
Fase
Diam : Selullosa, Fase Gerak :etil asetat-asam formiat-asam asetat-air
(100:11:11:27), P = Pembanding rutin, S = Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah
Visibel UV 254
nm UV 365 nm
Gambar 5. Kromatogram identifikasi polifenol pada
ekstrak etanol daun sirih merah
Fase Diam :
Selullosa, Fase Gerak :asam asetat : aseton : air (40 :20 : 4)
P =
Pembanding metil stearat, S = Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah
Kandungan polifenol
ditunjukkan dengan bercak sampel pada kromatogram yang berwarna pink di atas
latar belakang kemerahan. Nilai Rf bercak
sampel sebesar 0,81 sedangkan Rf pembanding metil stearat sebesar 0,50,
sebagaimana terlihat pada Gambar 5. Nilai Rf tersebut menunjukkan bahwa
polaritas senyawa aktif polifenol yang terdeteksi menyerupai fase gerak yaitu
semi polar.
Kromatogram identifikasi senyawa
tanin menunjukkan warna hijau kelabu yang diakibatkan oleh reaksi antara
larutan besi III klorida (FeCl3) dengan tanin. Menurut
Robinson (1995) ciri khas sebagian
besar senyawa fenol adalah terbentuknya warna hijau kelabu ketika direaksikan
dengan larutan FeCl3. Pada kromatogram (Gambar 6) terlihat bahwa tidak ada
warna hijau kelabu dari bercak sampel. Hal ini menunjukkan bahwa dalam ekstrak
etanol daun sirih merah tidak mengandung senyawa tannin.
Gambar 6. Kromatogram identifikasi tanin pada ekstrak
etanol daun sirih merah
Fase Diam :
Silika Gel F254 , Fase Gerak :etil asetat-asam formiat-asam asetat-air
(100:11:11:27), P = Pembanding tanin, S = Ekstrak
Etanol Daun Sirih Merah
Hasil
uji kualitatif dengan KLT menunjukkan bahwa golongan senyawa aktif yang
terdapat dalam ekstrak etanol daun sirih merah adalah alkaloid, saponin,
flavonoid, dan polifenol. Dengan demikian aktivitas mukolitik ekstrak etanol
daun sirih merah diduga diakibatkan oleh kandungan keempat senyawa tersebut.
KESIMPULAN
1.
Ekstrak
etanol daun sirih merah pada konsentrasi 0,1%; 0,3%; 0,5%; 0,7% dan 0,9% dalam
larutan mukus 80% mempunyai aktivitas mukolitik dengan cara menurunkan
viskositas mukus. Ekstrak etanol daun sirih merah konsentrasi 0,3% mempunyai
aktivitas mukolitik yang setara dengan asetilsistein 0,1%.
2.
Kandungan
senyawa aktif dalam ekstrak etanol daun sirih merah adalah alkaloid, saponin,
flavonoid dan polifenolat.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H., 2004, Evaluasi Aktivitas Anti Batuk Ekstrak Air
Daun Sirih, Tesis, ITB, Bandung.
Frandson, R. D., 1986, Anatomy and
Phisiology of Farm Animal, 4 th Edition, 560-562, Colorado State University
Fort, Philadelphia Pennsylvania, United
State Of America.
Harborne, J.B., 1987, Metode
Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata dan Soediro, 9, Penerbit ITB, Bandung.
Maretta, A.P., 2006, Aktifitas
Mukolitik Ekstrak n-Heksan Dan Etanol Herba Piper Miniatum, Bl Terhadap
Mukosa Usus Sapi Secara In Vitro Dan Deteksi Golongan Senyawa Aktif
Dengan Metode KLT, Skripsi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Pkimunlam, 2008, Senyawa aktif Daun
Sirih Merah, http://www.pkimunlam.wordpress.com diakses April
2010.
Robinson, T., 1995, Kandungan
Organik Tumbuhan Tinggi, hal.
191-196, 209, ITB, Bandung.
Sudewo, B., 2005, Basmi Penyakit
dengan Sirih Merah, 35-45, Agro Media, Jakarta.
Sulistiawati, 2003, Uji Aktivitas
Mukolitik Minyak Atsiri Daun Sirih (Piper betle L.) Dan Deteksi
Kandungan Kimianya Secara KLT Dan Kromatografi Gas-Spektrofotometri Massa, Skripsi,
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Tjay, T.H., dan Raharja, K., 2007, Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek sampingnya, Edisi V, 659-664, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.