Main Article Content
Abstract
Kehalalan produk makanan, minuman, obat dan kosmetika serta produk halal lainnya bukan saja menjadi masalah intern umat Islam tetapi sudah masuk pada sistem produksi dan perdagangan internasional. Dengan adanya ketentuan tersebut, kini negara-negara produsen walaupun bukan negara yang berpenduduk Muslim - telah menerapkan sistem produk halal untuk memenuhi pangsa pasar ekspornya. Indonesia, sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, perlu memacu diri agar jangan sampai tertinggal alam mengembangkan manajemen dan jaminan produk halal, bahkan diharapkan mennjadi peloporterdepan dalam mengembangkannya. Jaminan kepastian hukum terhadap kehalalan produk dan perlindungan terhadap konsumen dan produsen merupakan substansi dari pemberlakuan sertifikasi dan labelisasi produk halal, yang bertujuan hukum menjadi sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari ancaman-ancaman maupun perbuatan yang membahayakan diri serta harta bendanya. Hukum, disampingmerupakan sarana pengendalian sosial, juga sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial(law as a fasilitation of human interaction). Sehingga jika norma hukum tidak ada, maka yang ada adalah rasa takut dan khawatir dalam diri warga masyarakat untuk mengadakan interaksi, pada saatyang sama, hukum sebagai sarana interaksi sosial ketika adanya pengawasan. Secara sosiologis, hukumitu selalu ada. Bagaimanapun primitifnya suatu kelompok manusia pasti ada hukum yang mengikatnya. dan segala hukum yang hidup selalu menghajatkan "penegakan hukum" (law enforcement) yang tanpa penegakan hukum (bayangan pemaksaan) itu hukum akan mati dan kelompok manusia itu akan menjadihomo homini lupus. itulah sebabnya menggeser payung hukum jaminan produk halal yang semula voluntarymenjadi mandatory adalah sebuah keniscayaan.
Kata Kunci : Voluntary, Mandatory, Penegakan Hukum