Main Article Content

Abstract

Kehadiran system perbankan syari’ah di Indonesia pada gilirannya menuntut adanya perubahan diberbagai bidang, selain penyempurnaan terhadap sisi kelembagaan, perlu juga memperhatikan sisi hukum sebagai landasan penyelenggaraan perbankan syari’ah untuk mengantisipasi munculnya berbagai macam permasalahan dalam operasionalisasinya. Untuk itu, kehadiran system perbankan syari’ah di Indonesia tidak hanya menuntut perubahan peraturan perundang-undangan dalam perbankan saja, akan tetapi juga berimplikasi pada peraturan perundang-undangan yang mengatur institusi yang berwenag mengadili apabila terjadi sengketa antara paha pihak.

 

Namun lahirnya beberapa peraturan perundang-undangan ternyata menimbulkan polemik dalam penyelesaian sengketa perbankan syari’ah yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang memberi wewenang Peradilan Agama dalam bidang ekonomi syari’ah sebagaimana tercantum dalam Pasal 49 huruf (i) ternyata masih diperdebatkan dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 55 ayat (2) dan ayat

 

(3), sehingga dapat menimbulkan adanya persoalan konstitusional yang pada akhirnya dapat memunculkan ketidakpastian hukum bagi nasabah dan juga Unit Usaha Syari’ah dan juda dapat menimbulkan disharmony karena terjadi tumpang tindih kewenangan untuk mengadili antar badan peradilan.

 

Untuk itu, lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 93/ PUU-X/2012 tanggal 29 Agustus 2013 telah menjawab berbagai persoalan yang terjadi saat ini yaitu ketidakpastian hukum penyelesaian sengketa perbankan syari’ah. Sebagaimana disebutkan

dalam amar putusan yang menyatakan bahwa Penjelasan Pasal 55 ayat (2) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, dengan lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut hak nasabah dan unit usaha syari’ah untuk mendapat kepastian hukum akan terpenuhi sebagaimana amanat Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan juga memberikan wewenang absolut Pengadilan Agama untuk mengadili sengketa perbankan syari’ah sebagaimana amanat Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

 

Keywords

Kepastian Hukum Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah

Article Details

References

  1. Abdul Aziz Dahlan, et al. (Ed.), 1996, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I, Jakarta, PT. Ichtiar Baru van Hoeve, cet I.
  2. Abdul Ghofur Anshori, 2006, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Citra Media,Yogyakarta.
  3. Abdul Manan, 2006, Sistem Ekonomi Berdasarkan Syariah (artikel dalam Suara Udilag, Vo.3, no.IX, September 2006, Jakarta, MA-RI.
  4. Abdul Manan, 2007, Beberapa Masalah Hukum Dalam Praktek Ekonomi Syari’ah, Makalah Diklat Calon Hakim Angkatan-2 di Banten.
  5. Abdurrahman, 2006, Eksistensi Perbankan Syari’ah dalam Pembinaan Ekonomi Ummat dalam Prospek Bank Syari’ah di Indonesia, Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat (PPHIM) Kantor Perwakilan Jawa Barat, Bandung.
  6. Ahmad Bukhori MAF, 2006, Prospek Bank Syari’ah di Indonesia : Peluang dan Tantangan, Majalah Suara Uldilag MARI, Vol, 3 No. IX, Jakarta.
  7. Ahmad Rofiq, 2008, Aspek Sosiologis Sengketa Ekonomi Syari’ah Dan Pelaksanaan Ekonomi Syari’ah Di Indonesia, Makalah disampaikan dalam seminar Pengadilan Tinggi Agama, MH UNISSULA, MUI Jawa Tengah, 19 Maret 2008.
  8. Ali Mansyur, 2008, Kajian Filosofis dan Yuridis Terhadap RUU Perbankan Syari’ah, Makalah dalam seminar Pengadilan Tinggi Agama, MH UNISSULA, MUI Jawa Tengah, 19 Maret 2008.
  9. Asmuni M. !aher, 2004, Kendala-kendala Seputar Eksistensi Perbankan Syariah di Indonesia, MSI-UII.
  10. Bagir Manan, Peradilan Agama Dalam Prespektif Ketua Mahkamah
  11. Agung, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama MARI,
  12. Jakarta.
  13. BAMUI, (salinan Akta Pendirian Badan Arbritase Muamalat Indonesia (BAMUI), Jakarta.
  14. Mahkamah Agung RI., 2006, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana Telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 , Jakarta.
  15. Mahkamah Agung RI., 2006, Kapita Selekta Perbankan Syari’ah, Pusdiklat Mahkamah Agung RI, Jakarta.
  16. Muhammad Syafi’i Antonio, 2005, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek, Gema Insani, Jakarta.
  17. Muhammad Syafi’i Antonio, 2006, Di Mana Sengketa Perbankan Syari’ah diseelesaikan?, dalam Prospek Bank Syari’ah di Indonesia, Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat (PPHIM) Kantor Perwakilan Jawa Barat, Bandung, 2006.
  18. Mukti Arto, 2006, “Peluang dan Tantangan Praktisi Hukum Terhadap Perluasan Kewenngan Peradilan Agama Pasca Amandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989â€, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Perluasan Kewenangan Peradilan Agama Pasca Amandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, diselenggarakan oleh jurusan Muamalat Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 20 Mei 2006.
  19. PT. Bank Syari’ah Mandiri, 2006, Laporan Tahunan 2006, Jakarta.
  20. Rachmat Syafe’i, Tinjauan Yuridis Terhadap Perbankan syariah, http:// www.pikiran-rakyat.com, diunduh tanggal 25 Juli 2011.
  21. Rahmat Rosyadi dan Ngatino, 2002, Arbritase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, Citra Aditya Bhakti, Bandung.
  22. Siti Megadianty Adam dan Takdir Rahmadi, 1997, “Sengketa dan Penyelesaiannya†Bulettin Musyawarah, Nomor 1 Tahun 1, Indonesia Center For Environmental Law, Jakarta.
  23. Widyaningsih, et al, 2006, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Kencana Prenada Media, Jakarta.
  24. Yudo Paripurno, 2007, Profil Badan Arbritase Syari’ah Nasional, dalam Kumpulan Makalah Ekonomi Syari’ah, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama MARI.