Main Article Content

Abstract

Mahar is not a necessary component of marriage, but its presence is required. Marriage Law No. 1 of 1974, KHI, and Islamic Law do not address mahar in detail. Community customs are frequently used as a benchmark in determining mahar, as long as they do not conflict with national or Islamic law. In Kudus area, the provision of mahar in valuables form and as a source of initial livelihood is manifested in the form of buffalo. Throughout its history, this mahar's gift has ranged from no provision to a buffalo of unknown origin. This qualitative-empirical study in Kudus area will investigate the philosophical significance of choosing a buffalo as a marriage mahar as well as the process of law enculturation in society. The philosophical basis for selecting a buffalo is that it represents a powerful animal at work and can be used as livestock to sustain life. Because of changing times, animals are no longer able to fulfill people's desires as working animals and sources of income; the shift in changing the marriage mahar from animals to motorbikes is a new alternative form and an unavoidable choice in responding to the challenges of changing times. Keywords: Legal Enculturation; Mahar; Animal; Motorcycle; Marriage Mahar bukan rukun perkawinan tetapi keberadaannya wajib ada. Undang-undang Perkawinan No 1 tahun 1974, KHI dan Hukum Islam tidak mengatur secara detail tentang mahar. Adat kebiasaan yang ada dimasyarakat seringkali dijadikan patokan dalam penentuan mahar selama tidak bertentang dengan hukum nasional dan hukum Islam. Ketentuan mahar berupa barang berharga dan sebagai bentuk nafkah awal diwujudkan dalam bentuk hewan kerbau di daerah Kudus. Dalam sejarahnya pemberian mahar ini berubah dari tidak tidak ada ketentuan menjadi kerbau tidak diketahui asal usulnya. Penelitian kualitatif-empiris didaerah Kudus ini akan melihat makna filosofis dipilihnya hewan kerbau sebagai mahar perkawinan dan proses enkulturasi hukum di masyarakat. Dasar filosofis dipilihnya hewan kerbau adalah sebagai simbol hewan yang kuat dalam bekerja dan dapat dijadikan hewan ternak untuk menopang kehidupan. Perubahan zaman menjadikan hewan tidak lagi mampu memenuhi keinginan masyarakat sebagai hewan pekerja dan menopang penghasilan, pergeseran merubah mahar perkawinan hewan ke motor merupakan bentuk alternatif baru dan pilihan yang tidak bisa dielakkan dalam menjawab tantangan perubahan. Kata kunci: Enkulturasi Hukum; Mahar; Hewan; Motor; Perkawinan

Keywords

Legal Enculturation Mahar Animal Motorcycle Marriage

Article Details

References

  1. Abbas, Ilham, Marten Bunga, Salmawati Salmawati, Nurson Petta Puji, and Hardianto Djanggih. “Hak Penguasaan Istri Terhadap Mahar Sompa Perkawinan Adat Bugis Makassar (Kajian Putusan PA Bulukumba Nomor 25/Pdt.P/2011/PABlk).†Kanun Jurnal Ilmu Hukum 20, no. 2 (2018). https://doi.org/10.24815/kanun.v20i2.10659.
  2. Adilan, Dilan Imam. “Analisis Naqd Al Mutn Ummul Mukmiinin Aisyah RA Tentang Tendensi Missoginisme Dalam Hadis Sutrah.†Diroyah : Jurnal Studi Ilmu Hadis, 2020. https://doi.org/10.15575/diroyah.v4i2.6240.
  3. Alfida, Rida, Saiful Usman, and Ruslan. “Penetapan Mahar Bagi Perempuan Di Desa Kampung Paya, Kecamatan Kluet Utara, Kabupaten Aceh Selatan†1 (2016): 89–96.
  4. Apriyanti, Apriyanti. “Historiografi Mahar Dalam Pernikahan.†An Nisa’a Jurnal Kajian Gender Dan Anak 12, no. 2 (2017): 163–78.
  5. Edo Ferdian. “Batasan Jumlah Mahar (Maskawin) Dalam Pandangan Islam Dan Hukum Positif.†JAS: Jurnal Ilmiah Ahwal Syakhshiyyah 3, no. 1 (2021).
  6. Fahmi, Nazil. “Tinjauan Perspektif Fikih Terhadap Pelaksanaan Mahar Dalam Pernikahan.†Familia: Jurnal Hukum Keluarga 2, no. 1 (2021): 88–103. https://doi.org/10.24239/.v2i1.26.
  7. Fitri, Abd. Basit Misbachul. “Eksistensi Mahar Pernikahan Dalam Islam.†Pakistan Research Journal of Management Sciences 7, no. 5 (2018).
  8. Giu, Andi Rahman. “Tradisi Mahar Dan Antar Harta Pada Perkawinan Masyarakat Muslim Di Kota Manado (Suatu Tinjauan Sosial Kultural).†Dialog 43, no. 1 (2020). https://doi.org/10.47655/dialog.v43i1.365.
  9. Halimah, B. “Konsep Mahar Dalam Tafsir Modern†6, no. 2 (2017): 310–30.
  10. Halomoan, Putra. “Penetapan Mahar Terhadap Kelangsungan Pernikahan Ditinjau Menurut Hukum Islam.†JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah) 14, no. 2 (2016): 107. https://doi.org/10.31958/juris.v14i2.301.
  11. Harahap, Yahya. Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama. Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
  12. Heri Mahfudhi, M. Kholis Arrosid. “Teori Adat Dalam Qowaid Fiqhiyah Dan Penerapanya Dalam Hukum Keluarga Islam.†FAMILIA: JURNAL HUKUM KELUARGA V (2021): 119–36.
  13. Irfani, Fahmi, and Hamidah Hamidah. “Tradisi Mahar Dalam Budaya Sunda Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam.†Mizan: Journal of Islamic Law 4, no. 1 (2020). https://doi.org/10.32507/mizan.v4i1.613.
  14. Janah, Nasitotul. “Telaah Buku Argumentasi Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur ’ An Karya Nasaruddin Umar†12, no. April (2017): 167–86.
  15. Kafi, Abd. “Mahar Pernikahan Dalam Pandangan Hukum Dan Pendidikan Islam.†Paramurobi: Jurnal Pendidikan Agama Islam 3, no. 1 (2020): 55–62. https://doi.org/10.32699/paramurobi.v3i1.1436.
  16. KHI. Kompilasi Hukum Islam (1991).
  17. Kohar, Abd. “Kedudukan Dan Hikmah Mahar Dalam Perkawinan.†Asas: Jurnal Politik, Hukum Dan Ekonomi Islam 8, no. 2 (2016): 42–50.
  18. Muhdlor, Ahmad Zuhdi. “Perkembangan Metodologi Penelitian Hukum.†Jurnal Hukum Dan Peradilan 1, no. 2 (2012): 189. https://doi.org/10.25216/jhp.1.2.2012.189-206.
  19. Mukhti Fajar, and Yulianto Achmad. “Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris†8, no. 1 (2015): 15–35.
  20. Noeng Muhadjir. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000.
  21. Qosim, Abi. Fathul Qarib, 1356.
  22. Rahmah, Alef Musyahadah, and Tedi Sudrajat. “Penemuan Hukum in Concreto Dalam Kebebasan Beragama Dan Berkeyakinan.†Jurnal Dinamika Hukum 9, no. 2 (2009). https://doi.org/10.20884/1.jdh.2009.9.2.217.
  23. Ridwan, Muhammad. “Kedudukan Mahar Dalam Perkawinan†13, no. 1 (2020): 43–51.
  24. Sanawiah, Sanawiah, and Ikbal Reza Rismanto. “Jujuran Atau Mahar Pada Masyarakat Suku Banjar Ditinjau Dari Perspektif Pandangan Hukum Islam.†Jurnal Hadratul Madaniyah 8, no. 1 (2021). https://doi.org/10.33084/jhm.v8i1.2442.
  25. Shuhufi, Muhammad. “Mahar Dan Problematikanya (Sebuah Telaah Menurut Syari’at Islam).†Jurnal Hukum Diktum, 2015.
  26. Sofiana, Neng Eri. “Konsep Mahar Siti Musdah Mulia Dan Marzuki Wahid Menurut Dalalah Nas}.†Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies 3, no. 1 (2021): 16–36. https://doi.org/10.21154/syakhsiyyah.v3i1.2720.
  27. Surya Putra, Firman. “Urgensi Dan Kedudukan Shodaq (Mahar) Dalam Pernikahan.†Jurnal An-Nahl 8, no. 2 (2021): 78–90. https://doi.org/10.54576/annahl.v8i2.33.
  28. Sutrisno Hadi. Metodologi Research. 1st ed. Yogyakarta: Andi Ofset, 2002.
  29. Syakur, Mahlail. “Pendidikan Karakter Dalam Larangan Menyembelih Sapi (Menelisik Filosofi Ajaran Sunan Kudus) Mahlail†9, no. 1 (2021).
  30. Thamrin, Husni. “Enkulturisasi Dalam Kebudayaan Melayu.†Al Fikra 14, no. 1 (2015): 98–151.
  31. Tihami, Sohari dan Sahrani. Fikih Munakahat. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
  32. Umar, Nasaruddin. Argumentasi Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Paramadina, 2001.
  33. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (n.d.).
  34. Zurifah Nurdin. “Aksiologi Hadis Ahkam Tentang Mahar.†El-Afkar 5, no. 2 (2016): 8.