INJAUAN HUKUM PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN AKIBAT HUKUMNYA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Authors

  • Hanum Farchana Devi Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim
  • Mastur Mastur Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

DOI:

https://doi.org/10.31942/jqi.v11i1.2221

Abstract

Di Indonesia, perkawinan memang bukanlah sebuah persoalan yang rumit
manakala pasangan memeluk agama yang sama, namun akan menjadi persoalan
yang sangat rumit apabila kedua pasangan tersebut memeluk agama yang berbeda.
Hal ini menjadi masalah karena dengan adanya perbedaan agama maka
pelaksanaan perkawinan menjadi terhalang. Permasalahannya adalah bagaimana
perkawinan berbeda agama menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan
apa akibat hukum dari perkawinan berbeda agama di Indonesia. Metode penelitian
yang digunakan adalah yuridis normatif, maksudnya adalah penelitian yang
dilakukan dengan cara mengkaji peraturan perundang-undangan beserta peraturan
lainnya yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Adapun peraturan
perundang-undangan yang dikaji dalam penelitian ini adalah peraturan perundangundangan yang terdapat kaitannya dengan masalah perkawinan berbeda agama
seperti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam.Hasil penelitian menjelaskan bahwa perkawinan yang dilakukan
antara kedua mempelai yang berbeda agama maka perkawinannya adalah tidak
sah menurut agama yang berarti juga tidak sah menurut Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974.Akibat hukum dari perkawinan berbeda agama di Indonesia adalah
status perkawinan berbeda agama tersebut tidak sah menurut masing-masing
agama sehingga tidak sah pula menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974.Dengan adanya status perkawinan yang tidak sah tersebut maka membawa
akibat hukum juga terhadap status dan kedudukan anak.Anak-anak yang
dilahirkan dari perkawinan berbeda agama adalah anak tidak sah atau anak luar
kawin karena perkawinan kedua orangtuanya bukan merupakan perkawinan yang
sah, maka akibatnya adalah anak tersebut tidak memiliki hubungan perdata
dengan ayahnya, si anak hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan
keluarga ibunya saja.Hal tersebut sesuai dengan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam.
Kata kunci: perkawinan beda agama, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan

Published

2018-05-01