Politik Identitas dan Populisme Islam di Era Pascakebenaran: Sebuah Overview Singkat

Authors

  • Tedi Kholiludin Staf Pengajar Universitas Wahid Hasyim dan Peneliti di Yayasan Lembaga Studi Sosial dan Agama (ELSA)

Abstract

                                              ABSTRAK

Dua penanda setidaknya menyertai realitas masyarakat yang hidup di era post-truth (pascakebenaran); politik identitas dan populisme. Kenyataan ini, dalam ilmu politik, sesungguhnya dua fenomena yang bermakna dinamis. Ia tidak menunjukkan gejala apapun selain realitas politik itu sendiri. Politik identitas serta populisme bisa memiliki watak progresif juga konservatif. Karakteristiknya sangat ditentukan oleh bagaimana situasi sosial-politik masing-masing tempat.

Sejak istilah pascakebenaran meramaikan diskursus politik tahun 2016, masyarakat Indonesia sudah terlebih dahulu menyaksikan betapa kuatnya bangunan politik identitas dan penyebaran gejala populisme, yang dalam konteks ini adalah populisme Islam. Ia menggurita seiring dengan pergulatan politik yang begitu keras. Dalam dinamika itu, Politik identitas dan populisme Islam menunjukkan wataknya yang konservatif.

Bagaimana memahami dan menjelaskan bangkitnya konservatisme di Indonesia?

Ada dua penjelasan yang biasa digunakan untuk menyimak fenomena (pinjam istilahnya Martin van Bruinessen), conservative turn (belok ke arah konservatif) di Indonesia. Pertama, apa yang terjadi di sekitaran kita ini merupakan bagian dari situasi global yang memang mengarah pada kecenderungan konservatif. Salah satu peristiwa yang kerap dijadikan contoh adalah terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat. Bom bunuh diri di Manchester, Inggris serta serangan kelompok Maute di Kota Marawi, Filipina adalah sedikit dari banyak situasi yang menggambarkan betapa konservatisme, bahkan dalam beberapa kasus diiringi dengan serangan teror adalah fenomena yang mengglobal. Sederhananya, pendulum sedang bergerak ke arah konservatif, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di belahan dunia lainnya.

Argumen kedua mengatakan bahwa arus konservatisme keagamaan di Indonesia merupakan fenomena momentual yang sesungguhnya diawali sejak era reformasi. Gejala konservatisme adalah situasi yang terfasilitasi melalui berbagai kesempatan. Ada media massa, media sosial, rumah ibadah, sekolah dan ruang publik lain yang kerap menjadi sarana untuk diseminasi ide-ide konservatif. Karenanya, jika akhir-akhir ini kita menemukan gejala yang semakin menguat, maka hal tersebut sesungguhnya bukanlah sesuatu yang betul-betul baru terjadi. 

Downloads

Published

2019-08-28