Main Article Content

Abstract

Pada tanggal 9 Desember 2015 lalu, Indonesia kembali melaksanakan pilkada secara langsung, setelah dulu pilkada sebelumnya dilaksanakan melalui perwakilan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih menimbulkan permasalahan klasik, seperti banyaknya praktek politik uang. Realitanya masih terjadi kesenjangan yang sangat tinggi antara das sein dan das sollen-nya. Untuk itu perumusan masalah dalam penelitian ini ialah mengapa pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah di Indonesia dilaksanakan secara langsung, serta bagaimana urgensi perbaikan pemilihan umum kepala daerah secara langsung dalam perspektif demokrasi menurut Pancasila. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif/doktrinal. Spesifikasi penelitian adalah penelitian deskriptif  analitis. Sumber dan jenis data pada penelitian ini merupakan data-data yang terkait  dengan penelitian yaitu UU No. 8 Tahun 2015, UUD 1945, buku-buku pustaka tentang pilkada langsung dan media cetak serta media online. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode studi pustaka dan studi dokumenter. Teknik analisis data yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan analisis data kualitatif normative. Hasil  penelitian  adalah  alasan  pelaksanaan  pemilihan  umum  kepala  daerah  di Indonesia  dilaksanakan  secara  langsung  karena  rakyat  sudah  terbiasa  dengan  sistem pemilihan langsung serta pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah langsung merupakan wujud dari kedaulatan rakyat. Urgensi perbaikan pemilihan umum kepala daerah secara langsung dalam perspektif demokrasi menurut Pancasila adalah perbaikan harus mencakup semua aspek, substansi, struktur dan budaya demokrasi substantif. Dalam perbaikannya agar diperoleh perbaikan yang maksimal dalam pelaksanaan pilkada langsung yang  akan  datang  dibutuhkan  kerjasama  dari  semua  elemen  masyarakat,  partai  politik, penyelenggara   pemilu   maupun   pemerintah   dalam   perbaikannya.   Proses   demokrasi prosedural harus diganti menjadi proses demokrasi substantif.

 

Article Details